Siapa lebih beruntung?
Kita boleh merasa menjadi tersakiti, seolah olah kitalah satu satunya yg sedang terpuruk didunia ini.
Kita boleh menjadi yg paling kacau pikirnya, seolah olah kitalah satu satunya yg sedang menanggung beban berat didunia ini.
Memaki, merintih, menangisi diri sendiri, yg membuat kita lupa bahwa sebenarnya, masih banyak diluar sana yg lebih tersakiti di banding kita, yg lebih kacau di banding pikiran kita, yg lebih besar beban tanggungannya dibanding kita, berfikir bahwa kita tidak pernah beruntung dalam kehidupan semesta.
Lalu, apakah dengan begitu saja kita membiarkan diri berlalrut larut dalam keterpurukan? menjadi pengecut yang hanya membiarkan permasalahan dan rasa sakit menggrogoti akal sehat kita?
Bukankah kita lebih beruntung? Bisa jadi saat kita menangis karena tersakiti tapi masih ada yg mau menghapus air mata kita, diluar sana mungkin ada yg sedang menangis seorang diri, tanpa ada satupun.yg mau menghapus air matanya untuk sekedar menemani, tapi ia tetap berusaha tegar dan menyemangati diri sendiri
Bisa jadi, saat kita menghadapi peemasalahan berat seakan-akan dunia kita akan hancur, dan pendek akal untuk melewati takdir Illahi tapi kita madih diberikan hidup yg lebih layak dan hidup tanpa memkirkan tanggungan yg lainnya, diluar sana mungkin ada yg sedang menghadapi permasalahan berat yg mungkin saja bisa membuat ia teraungkur, tak ingin lagi bangun pada kehidupan, tapi ia sadar banyak sekali pertanggung jawabannya, pada sesama manusia, dan TuhanNya, serta kehidupan yg memaksanya hidup lebih lama, untuk keluarganya
Lantas bagaimana bisa kita merasa paling tidak beruntung di dunia ini, padahal diluar sana masih ada mereka yg hidupnya lebih lebih tidak beruntung dibanding kita?
Kita boleh menjadi yg paling kacau pikirnya, seolah olah kitalah satu satunya yg sedang menanggung beban berat didunia ini.
Memaki, merintih, menangisi diri sendiri, yg membuat kita lupa bahwa sebenarnya, masih banyak diluar sana yg lebih tersakiti di banding kita, yg lebih kacau di banding pikiran kita, yg lebih besar beban tanggungannya dibanding kita, berfikir bahwa kita tidak pernah beruntung dalam kehidupan semesta.
Lalu, apakah dengan begitu saja kita membiarkan diri berlalrut larut dalam keterpurukan? menjadi pengecut yang hanya membiarkan permasalahan dan rasa sakit menggrogoti akal sehat kita?
Bukankah kita lebih beruntung? Bisa jadi saat kita menangis karena tersakiti tapi masih ada yg mau menghapus air mata kita, diluar sana mungkin ada yg sedang menangis seorang diri, tanpa ada satupun.yg mau menghapus air matanya untuk sekedar menemani, tapi ia tetap berusaha tegar dan menyemangati diri sendiri
Bisa jadi, saat kita menghadapi peemasalahan berat seakan-akan dunia kita akan hancur, dan pendek akal untuk melewati takdir Illahi tapi kita madih diberikan hidup yg lebih layak dan hidup tanpa memkirkan tanggungan yg lainnya, diluar sana mungkin ada yg sedang menghadapi permasalahan berat yg mungkin saja bisa membuat ia teraungkur, tak ingin lagi bangun pada kehidupan, tapi ia sadar banyak sekali pertanggung jawabannya, pada sesama manusia, dan TuhanNya, serta kehidupan yg memaksanya hidup lebih lama, untuk keluarganya
Lantas bagaimana bisa kita merasa paling tidak beruntung di dunia ini, padahal diluar sana masih ada mereka yg hidupnya lebih lebih tidak beruntung dibanding kita?